KERUSUHAN POSO
DALAM PRESPEKTIF SAYA
Oleh : Moh
Taufik.D.Umar.-
Negara adalah suatu organisasi
yang dikuasai oleh satu kelas untuk menindas kelas yang lain, dalam konsep
Negara modern teori ini kerap digunakan terutama dalam masa kekuasaan Rezim
Suharto,
ini terbukti dengan sistem pemerintahan suharto yang mengandalkan ABRI sebagai suatu kekuatan
Selain GOLKAR dan Kroni-kroninya.
Dalam Masa
kekuasaanya Suharto mampu melaksanakan HEGEMONI terhadap
rakyat Indonesia dengan menggunakan PANCASILA dan UUD
1945 sebagai simbolnya. Dalam melaksanakan kekuasaannya Suharto meredam
gejolak-gejolak yang terjadi di wilayah Indonesia dengan menggunakan cara MILITERISTIK
yang
sifatnya REPRESIF, terhadap rakyat Indonesia. Ini
terbukti dengan menjamurnya isu-isu SARA yang
mengakibatkan timbulnya konflik di daerah-daerah dan selalu diselasaikan dengan
menggunakan kekerasan milter (Kasus
DOM Aceh 1984, peristiwa tanjung
Priok, 27 juli dll).
Penyelasaian kasus-kasus diatas hanya
sebatas menggunakan kekerasan saja tanpa menggunakan penyelesaian secara
menyeluruh sehingga meninggalkan bibit perlawanan yang masih ditinggalkan,
terutama perlawanan terhadap penindasan dan kesewenang-wenagan yang dilakukan
oleh negar/penguasa. Setelah tumbang REZIM ORDE BARU masih
ingin menunjukkan giginya dengan menciptakan suasana yang tidak kondusif
didaerah-daerah, dengan menggunakan isu-isu sara sebagai alat adu-domba, guna
memecah perhatian masyarkat Indonesia terhadap prioses peradilan Suharto
beserta Kroni-kroninya atas kejahatan yang dilakakukan selama orde baru
berkuasa.
Masyarakat Indonesia sangat mudah
sekali untuk di adu-domba dengan isu-isu sara, ini terbukti sejak mulainya masa
pemerintahan transisi (Presiden Habibie & Presiden Gus-Dur) terjadi
beberapa kerusuhan yang bernuansa sara, yang terjadi di Kalimantan
Barat,Kupang,Mataram,Ambon dan Poso.
Kerusuhan
Poso Mulanya di picu oleh perkelahian pemuda yang kebetulan kedunya berbeda agama
dan membesar menjadi kerusuhan dan ini terjadi sudah beberapa kali di Poso.
Dalam pandangan saya kerusuhan Poso terjadi akibat dari :
1.Degradasi
Nilai-nilai Persatuan dan Kesatuan, Hukum, Politik dan Sosial Budaya dalam Masyarakat.
Situasi yang tidak terkendali sering terjadi disetiap
daerah, yang mempunyai penduduk heterogen, apalagi situasi itu menjurus
ketindakan anarkhi dan separatis itu lebih membahayakan lagi. Kesemuanya itu
diakibatkan menurunnya nilai-nilai persatuan dalam masyarakat (Sintuwu Maroso Red -Bahasa Poso). Degardasi
nialai-nilai persatuan dalam masyarakat, terutama di dalam masyarakat Poso, ini
diakibatkan oleh kesenjangan sosial, serta pemahaman Hukum yang kurang
diberiakan oleh pihak yang berwenang (Pemerintah/Negara),
Pemerintah/Negara hanya bersifat administratif saja, tanpa melihat apa yang
sebenarnya terjadi dalam masyarakat, terutama masyarakat Poso.
Contoh Kasus :
Penertiban Pedagang kaki-lima dikompleks pasar sentral Poso,dilakukian dengan
cara-cara yang tidak manusiawi, seolah-olah para [pedagan kaki-lima tersebut
adalah penyakit yang harus disingkirkan. Ini sangat bertentangan dengan hati
nurani rakyat Indonesia.
Dalam biadang politik,
elit-elit politik di daerah tingkat II Poso selalu membuat blok-blok untuk
kepentingan kekuasaan belaka tanpa melihat apa yang sebenarnya terjadi pada
masyarakat Poso. Para elit-elit Politik turut adil membentuk watak masyarakat
poso. Pada dasarnya masyarakat Poso hanya ingin hidup tenang berdampingan dan
berusaha untuk kehidupan keluarganya masing-masing tanpa ada rasa curiga dan
saling bermusuhan satu dengan yang lain, Tetapi akibat dari akumulasi persoalan
yang dihadapi oleh masyarakat
ditumpahkan melalui cara yang negatif (Pengrusakan dan
Penjarahan).
Degradasi nilai-nilai persatuan dan kesatuan diakibatkan kurangnya pemahaman
masyarakat tentang makna persatuan dan kesatuan yang sebenarnya, karena tidak
diberikan oleh pemerintah/negara ataupun partai politik selama era orde baru
yang telah melakukan pembodohan kepada seluruh rakyat indonesia. Dalam hal ini
pemerintah/negara seolah-olah tidak menciptaka iklim yang kondusif dalam
masyarakat, dengn kurang tanggapnya aparat keamanan dalam menghadapi
persoalan-persoalan yang terjadi dalam masyarakat dan kurang profesionalnya
aparat keamanan yang ada sekarang. Intinya degradasi nilai-nilai persatuan dan
kesatuan di masyarakat diakinbatkan oleh proses hegemoni dan pembodohan yang
dilakukan oleh rezim orde baru (Suharto) sejak berkuasa.
2.Pola
Pikir dan Sumber Daya Manusia.
Manusia dikatakan sebagai mahluk yang
berakal, artinya dalam mengambil tindakan selalu dilandasi dengan pertimbangan
akal-pikiran, tetapi bebrapa tahun terakhir ini pola pikir manusia (Terutama
manusia di Poso)
telah berubah menjadi manusia tanpa perasaan dan akal pikiran. Dengan mudah
menggunakan kekerasan sebagai penyelesaian suatu masalah. Kesemuanya ini
diakibatkan dari sistem pemerintahan yang tidak jalan sebagaimana mestinya dan
tidak profesional dalam melakukan tugas-tugas yang dimandatkan oleh rakyat.
Pola pikir dan sumberdaya manusia merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan karena keduanya
saling berkaitan erat, sumberdaya manusia akan tinggi apabila mempunyai pola
pikir yang maju dan terampil. Dalam menyambut otonomi dzaerak, kabupaten Poso
membutuhkan manusia-manusia yang mempunyai sumberdaya dan pola pikir yang maju,
agar dapat membangun kembali kabupaten poso yang telah porak-poranda akibat
politik adu-domba, dan intinya dapat menciptakan kesejahteraan bagi seluruh
masyarakat Poso tanpa terkecuali untuk mencegah timbulnya kecemburuan sosial
yang mengakibatkan kerusuhan yang tidak diinginkan.
Apabial pola pikir manusia
mengalami degradasi maka jangan harap Kabupten Poso dapat berkembang ataupun
maju, malah akan mundur karena banyak investor akan berfikir panjang untuk
membuka usahanya serta menanamkan modalnya di Poso, karena keadaan Poso tidak
stabil dalam semua budang, terutama bidang Politik dan ekonomi. Sumberdaya
manusia akan meningkat apabila kita semua mau berusaha untuk meningkatkan
sumberdaya kita, tetapi pemerintah dengan program-program pelatihan dan
penetarannya hanya menghasilkan manusia-manusia bodoh, karena dalam program
pelatihan dan penataran tersebut, pemerintah tidak memperhatikan kualitas,
tetapi hanya memperhatikan kwantitas saja agar dapat menyelesaikan
program-programnya tanpa peduli program tersebut berhasil atau tidak. Intinya
pola-pikir manusia di poso harus ditingkatkan agar dapat menciptakan manusia
yang berkualitas.
3.Stagnasi
Penyaluran Potensi Strategis.
Kabupaten Poso merupakan kebupaten
yang mempunyai penduduk yang heterogen, dan mempunyai potensi yang sangat
strategis untuk dokembangkan demi kemajuan dimasa yang akan datang. Selama 32
tahun kekuasaan Rezim Orde-baru, potensi-potensi strategis
mengalami stagnasi, karena seluruh potensi-potensi tersebut dikuasai dan
dimiliki oleh keluarga cendana tanpa memperdulikan rakyat kecil, sehingga
mengakibatkan kerusakan lingkungan,kerusakan moral dan memiskinkan sebagaian
besar rakyat indonesia. Rezim orde-baru yang didukung oleh para konco-konconya
dari tingkat pusat sampai pada tingkat daerah menjadi raja-raja kecil yang
menguasai hajat hidup oarang banyak. Akibat dari stagnasi penyaluran potensi
strategis ini mengakibatkan persoalan-persoalan yang tidak dapat diselesaikan dan
ditumpahkan dengan kerusuhan. Contoh Kecil : Hutan-hutan
diwilayah Wakai Kepulauan, Poso Pesisir, Lage dan Tojo telah habis dijarah oleh
orang-orang yang bertopeng anak bangsa, tetapi apa yang diberikan kepada rakyat
sekitarnya tidak ada, yang diberikan hanya bencana alam (Banjir,
tanah longsor dll). Apakah ini yang dinamakan keadilan, tentu
tidak, ini adalah perampokan yang terorganisir oleh kroni-kroni suharto yang
didukung oleh pemerintah daerah dan militer.
Rakyat tidak diikut sertakan dalam
mengolah potensi strategis yang ada, rakyat hanya digunakan sebagai buruh/budak
upahan saja di negerinya sendiri, rakyat dijajah oleh bangsanya sendiri ini
lebih kejam dan sadis. Apabila ini terus dilakukan kelak rakyat akan marah dan
berontak, mengambil kembali hak-haknya yang telah dirampas oleh para penguasa.
Untuk mengantisipasi hal ini dibutuhkan pemikiran yang jernih dan jujur untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada tanpa meninggalkan setitik keraguan
dalam hati seluruh rakyat indonesia terutama rakyat poso. Bagi
pemerintah/penguasa dan elit-elit politik berhentilah berbohong. Mulai sekarang
pemerintah harus menjalankan tugasnya sebgai pelayan masyarakat dengan cara
yang profesional. Sumberdaya alam dan potensi strategis harus dikelolah secara
bersama dengan sistem kerakyatan agar tidak ada lagi yang dirugikan, dan semia
potensi yang strategis dikuasai dengan sistem kerakyatan demi kepentingan
bersama dimasa yang akan datang guna menuju masyarakat yang adil dan makmur
tanpa penindasan dibumi indonesia, khususnya di bumi sintuwu maroso.